Adang Sudrajat: Perlu Ada Label Peringatan Bahaya Pada Softdrink dan Junkfood
Anggota Komisi IX DPR Adang Sudrajat meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya mengonsumsi softdrink dan junkfood (makanan kurang nutrisi) dalam jangka panjang. Selain itu, ia juga meminta BPOM memberikan label peringatan bahaya pada makanan dan minuman cepat saji yang dapat merusak organ tubuh.
“Saya berharap BPOM memiliki standar konsumsi bahan-bahan tertentu pada softdrink dan jankfood yang disinyalir mengakibatkan perusakan pada organ tubuh. Ini bahaya untuk generasi penerus kalau dikonsumsi dalam jumlah tertentu,perlu ada edukasi kepada masyarakat,” kata Adang di sela-sela RDP dengan BPOM, Gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/01/2017).
Sebab, lanjut Politisi F-PKS itu, kalau hal itu dibiarkan negeri ini akan mengalami generasi penerus yang lemah kedepannya. Menurutnya, makanan dan minuman cepat saji itu sudah merupakan salah satu perang tanpa peperangan yang dilakukan dengan cara merusak generasi penerus.
“Kita harus waspada, dan BPOM harus serius menanganinya. Misalnya kalau rokok kan ada peringatanya, mengapa pada soft drink dan junkfood tidak ada pemberitahuan seperti itu, tidak ada peringatan dalam jumlah berapa dan usia berapa aman mengkonsumsi itu harusnya kan ada seperti itu,” tandasnya.
Selain itu, legislator asal dapil Jawa Barat II itu juga meminta Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito membuat regulasi dan menghargai produksi obat dalam negeri. Sebab selama ini pihaknya banyak mendapat laporan dari produsen obat yang mengalami kesulitan pada tahap produksi massal.
“Mereka mengalami kesulitan dari segi biaya yang mahal, hingga segi birokrasi yang sangat lama. Kalau tidak ada regulasi khusus untuk itu lama-lama mereka akan mati. Perlu ada tindakan yang membuat mereka semangat. Kenapa regulasi untuk mobil murah bisa tetapi untuk hal yang fundamental seperti obat ini tidak bisa,” sergahnya.
Pihaknya menyadari ketergantungan negeri ini terhadap obat yang datang dari luar negeri sangat besar. Padahal diketahui bahwa Indonesia adalah pusat bahan-bahan obat, namun itu pun kebanyakan diekspor, bukan menjadi bahan yang diolah menjadi barang jadi.
“Padahal kalau kita bisa teliti dan BPOM mengadakan regulasi dan menghargai itu, saya lihat dalam jangka panjang kita bisa memiliki bahan obat yang memang khas Indonesia yang tidak didapatkan di negera lain. Bahkan mungkin kita bisa ekspor dalam konteks sudah obat jadi. Ini sangat baik, dan saya melihat ini ada peluang,” tutupnya. (rnm,sf) foto: rizka